Selasa, 29 November 2011

Suatu Potret Desa Tertinggal "Terisolir"

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Pembangunan nasional Indonesia selama Lima Pelita dikatakan cukup berhasil. Salah satu indikatornya adalah laju pertumbuhan ekonomi yang rata-rata mencapai 6% setahun sejak 1969/1970 (Amien Rais, 1995: 3) padahal bukan aspek ekonomi saja yang ditinjau pada pembangunan nasional tetapi semakin berkurangnya daerah atau desa tertinggal di Indonesia. Daerah atau desa tertinggal ini merupakan bagian terpenting dari pembangunan Indonesia karena dampaknya juga akan mencakup aspek ekonomi artinya ketika daerah ini diperhatikan dan dibangun tentunya akan memberikan kontribusi untuk daerah maupun wilayah.
Wilayah tertinggal pada umumnya dicirikan dengan letak geografisnya yang relatif terpencil, miskin sumber daya alam, atau rawan bencana alam. Wilayah tertinggal merupakan suatu wilayah dalam suatu wilayah yang secara fisik, sosial, dan ekonomi kondisinya mencerminkan keterlambatan pertumbuhan dibanding dengan wilayah lain di wilayah negara. Wilayah tertinggal berada di wilayah pedesaan yang mempunyai masalah khusus atau keterbatasan tertentu seperti keterbatasan sumber daya alam, keterbatasan sarana dan prasarana, sumber daya manusia, dan keterbatasan aksesibilitas ke pusat-pusat pemukiman lainnya (www.bapenas.go.id diakses pada tanggal 31 mei 2010 jam 14.00).

Hal tersebut menyebabkan kemiskinan serta kondisinya relatif tertinggal dari pedesaan lainnya dalam menerima dan memanfaatkan hasil pembangunan dan perkembangan peradaban. Pembangunan wilayah tertinggal berbeda dengan penanggulangan kemiskinan. Penanggulangan kemiskinan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga melampaui garis kemiskinan. Pembangunan wilayah tertinggal juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun dengan fokus wilayah yang terisolir, tertinggal, terpencil dan masyarakatnya miskin. Pembangunan wilayah tertinggal merupakan isu pembangunan nasional, tidak hanya bagi negara-negara berpendapatan sedang atau menengah, namun juga bagi negara-negara berpendapatan tinggi. Suatu negara akan menghadapi ketidakstabilan sosial dan politik jika terdapat wilayah yang sangat jauh tertinggal dibandingkan wilayah-wilayah lainnya, walaupun tidak terdapat penduduk miskin di wilayah itu. Upaya penanggulangan kemiskinan dalam banyak hal sejalan dengan upaya pembangunan wilayah tertinggal, terutama di negara-negara berkembang.

1.2       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana gambaran kondisi masyarkat dan geografis masyarakat desa talang markisa?
2.      Aspek-aspek apa sajakah yang menyebabkan desa talang markisa nmerupakan suatu desa tertinggal?
3.      Bagaimana solusi untuk keluar dari ketertinggalan itu?

1.3       Tujuan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui gambaran kondisi masyarakat dan kondisi geografis masyarakat desa talang markisa yang perupakan potret daerah tertinggal.
2.      Untuk mengidentifikasi permasalahan apa saja yang menyebabkan desa talang markisa itu tertinggal.
3.      Untuk merumuskan solusi yang dapat dilakukan untuk perubahan sosial pada masyarakat kedepannya.

1.4       Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari karya ilmiah ini adalah:
1.      Memberikan pengalaman dan pengetahuan bagi penulis maupun berbagai pihak terutama dalam hal mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan menjadikan bahan perbandingan antara teori dengan realitas sosial yang terjadi.
2.      Dapat dijadikan bahan-bahan rujukan bagi pemerintah dalam meningkatkan pembangunan fisik maupun non fisik pada daerah. Desa maupun desa yang masih tertinggal.
3.      Untuk pihak-pihak yang akan melanjutkan penelitian mengenai permasalahan yang sama.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Definisi Desa secara Umum
Pengertian pedesaan dapat dikaji secara teoritis berdasarkan pandangan beberapa ahli, dan mengenai konsep pedesaan dalam kaitannya dengan desa tertinggal dapat ditinjau dari klasifikasinya mengenai desa tertinggal. Secara singkat, tidak dapat dirumuskan secara baku mengenai pengertian desa tertinggal, oleh karena itu untuk merumuskannya diawali dengan menjabarkan pengertian desa menurut para ahli.
Desa merupakan suatu hasil dari perwujudan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannnya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau penampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur  fisiografi, sosial ekonomis, politis dan cultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam hubungan dengan daerah lain Bintaro, 1983 dalam Wasistiono & Tahir, 2007: 8).
Desa sebagai salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya saling mengenal; kebanyakan yang termasuk di dalamnya hidup dari pertanian, perikanan dan sebagainya, usaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang tepat, ketaatan pada tradisi dan kaidah-kaidah sosial (Bouman dalam Beratha, 1982: 26 dalam Wasistiono & Tahir, 2007: 8).
Departemen Dalam Negri sebagaimana termaksud dalam pola dasar dan gerak operasional pembangunan masyarakat desa ((1996) dalam dalam Wasistiono & Tahir, 2007: 8) meninjau pengertian desa dari segi hubungan dengan penempatannya di dalam susunan tertib pemerintahan, sebagai berikut “Desa atau dengan nama aslinya yang setingkat yang merupakan kesatuan masyarakat hukum berdasarkan susunan asli adalah suatu “badan hukum” dan adalah pula “badan pemerintahan” yang merupakan bagian wilayah kecamatan atau wilayah yang melingkunginya.”
Definisi diatas memberikan gambaran tentang desa, jadi desa merupakan kesatuan wilayah yang ditempati semua penduduk sebagai kesatuan masyarakat yang mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung di bawah camat dan berhak pada rumah tangganya sendiri, sedangkan definisi desa adalah kesatuan wilayah yang ditempati penduduk atau masyarakat  yang mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung dibawah kades (kepala desa) dan berhak atas rumah tangganya sendiri.
Susunan desa-desa membentuk persekutuan masyarakat hukum dikategorikan atas 3 (tiga tipe (Unang Sunardjo, 1984 dalam Wasistiono & Tahir, 2007: 9) yaitu:
1.      Tipe kesatuan masyarakat hukum berdasarkan kepada territorial/wilayah tempat bersama sebagai dasar utama.
2.      Tipe kesatuan masyarakat umum berdasarkan persamaan keturunan/genetik (suku, warga atau calon)  sebagai dasar utama untuk dapat bertempat tinggal dalam suatu wilayah tersebut;
3.      Tipe kesatuan hukum berdasarkan atas campuran (territorial dan keturunan)
itu perlu diperhatikan tentang unsur-unsur desa. Menurut (Bintaro, 1983: 13 dalam Wasistiono & Tahir, 2007: 10) unsur-unsur yang harus ada dalam desa adalah:
1.      Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak produktif beserta penanggungnya, termasuk juga unsur lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis setempat.
2.      Penduduk, adalah hal yang meliputi jumlah, pertambahan kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat;
3.      Tata kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Jadi menyangkut seluk beluk kehidupan masyarakat desa (rural society)
Ketiga unsur ini tidak terpisah melainkan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain sebagai satu kesatuan yang utuh. Unsur daerah, penduduk dan tata kehidupan merupakan suatu kesatuan hidup atau “living unit”. Maju mundurnya desa tergantung pada tiga unsur ini yang dalam kenyataan ditentukan oleh faktor usaha manusia (human efforf) dan tata geografis (geographical setting). Suatu daerah dapat berarti bagi penduduk apabila ada “human effort” untuk memanfaatkan daerahnya. Tiap-tiap daerah mempunyai “geographical setting” dan “human effort” yang berbeda-beda, sehingga tingkat kemakmuran dan tingkat kemajuan penduduk tidak sama.
Unsur lain yang termasuk unsur desa yaitu, unsur letak. Letak suatu desa pada umumnya selalu jauh dari kota atau dari pusat-pusat keramaian. Peninjauan ke desa-desa atau perjalanan ke desa sama artinya dengan menjauhi kehidupan di kota dan lebih mendekati daerah-daerah yang monoton dan sunyi. Desa-desa yang letaknya pada perbatasan kota mempunyai kemungkinan berkembang lebih pesat di banding dari pada desa-desa di pedalaman.
Unsur letak menentukan besar kecilnya isolasi suatu daerah terhadap daerah-daerah lainnya. Desa yang terletak jauh dari perbatasan kota merupakan lahan pertanian yang luas. Ini disebabkan karena penggunaan lahannya lebih banyak dititik beratkan pada tanaman pokok dan beberapa tanaman perdagangan dari pada untuk perumahan.
Penduduk merupakan unsur yang penting bagi desa. “potential man power” terdapat di desa yang masih terikat hidupnya dalam bidang pertanian. Di beberapa desa terdapat tenaga-tenaga yang berlebihan di bidang pertanian, sehingga timbul apa yang disebut dengan istilah pengangguran tak kentara atau “disguised unemployment”, sehingga memerlukan penyaluran.
Corak kehidupan di desa didasarkan pada ikatan kekeluargaan yang erat. masyarakat merupakan suatu “gemeinschaft” yangh memiliki unsur gotong royong yang kuat. Hal ini dapat dimengerti karena penduduk desa merupakan “face to face group” dimana mereka saing mengenal betul seolah-olah mengenal dirinya sendiri.

2.2       Desa Dilihat dari Sudut Pandang Sosiologis
Desa digambarkan sebagai suatu bentuk kesatuan masyarakat atau komunitas penduduk yang bertempat tinggal dalam suatu lingkungan dimana mereka saling mengenal. Corak kehidupan mereka relatif homogen serta banyak bergantung kepada alam, mempunyai sifat yang sederhana dengan ikatan sosial, adat dan tradisi yang kuat. Dari sudut pandang ini, desa mempunyai makna positif dan negatif. Makna positif yang terlekat di desa antara lain seperti kebersamaan dan kejujuran, sedangkan makna negatifnya seperti kebodohan dan keterbelaknagan (Wasistiono & Tahir, 2007: 13)
Secara sosiologis, masyarakat desa memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dengan kelompok masyarakat lainnya. Boeke 1971: 9 dalam Wasistiono & Tahir, 2007: 13, memberikan gambaran bahwa yang dimaksud dengan desa adalah persekutuan hukum pribumi yang terkecil dengan kekuasaan sendiri; daerah sendiri;dan kekayaan atau pendapatan sendiri.
Jika dipandang dari sudut kesisteman, wilayah pedesaan merupakan sebuah interaksi dinamis antara sistem yang secara struktural terdiri dari 4 (empat) subsistem yang menyusun desa. Perilaku interaktif dari setiap sub sistem ini dapat memberikan output tertentu sebagai tujuan dan sasaran pengembangan pedesaan. Dengan mengetahui elemen dasar ini maka sosiologi pedesaan  akan lebih dapat diarahkan untuk mendukung output akhir dari pembinaan terhadap masyarakat desa yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa secara keseluruhan. Keempat element tersebut antara lain: kepemimpinan, kelembagaan pemerintahan desa, sumberdaya sosial, serta lingkungan dan infrastruktur (Wasistiono & Tahir, 2007: 70).

2.3       Definisi Daerah Tertinggal
Ketertinggalan (underdevelopment) bukan merupakan sebuah kondisi dimana tidak terdapat perkembangan (absence of development), karena pada hakikatnya, setiap manusia atau kelompok manusia akan melakukan sebuah usaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya walaupun itu hanya sedikit. Ketertinggalan merupakan sebuah kondisi suatu wilayah dengan wilayah lainnya atau apabila kita membandingkan tingkat perkembangan suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Kondisi ini muncul karena perkembangan sosial manusia yang tidak sama dan bila dilihat dari sudut pandang ekonomi, sekelompok orang telah lebih maju dibandingkan kelompok orang lainnya (Rodney, 1973).
Selanjutnya tentang ketertinggalan ini adalah biasanya digambarkan dengan terdapatnya eksploitasi, misalnya eksploitasi suatu negara oleh negara lainnya. Negara-negara tertinggal (underdeveloped) di dunia biasanya dieksploitasi oleh Eropa. Dan ketertinggalan di negara-negara tersebut merupakan hasil dari kolonialisme, imperialisme, dan kapitalisme yang terjadi di masa lalu. Eksploitasi tersebut menghilangkan keuntungan sumber daya yang terdapat di lokasi negara-negara tertinggal, baik itu sumber daya alam, maupun sumber daya manusia.
Berhubungan dengan pengertian eksploitasi di atas, ketertinggalan biasanya juga berkaitan dengan ketergantungan. Ketergantungan terhadap negara atau daerah lain menyebabkan suatu daerah atau negara tidak dapat disebut mengalami pembangunan yang balk.
Untuk membandingkan perkembangan suatu negara dengan negara lainnya atau wilayah dengan wilayah lainnya, dapat digunakan beberapa indikator. Indikator indikator tersebut antara lain adalah indikator ekonomi, yang ditandai dengan pendapatan perkapita penduduknya. Indikator selanjutnya adalah jumlah produksi dan konsumsi barang, jumlah dan kualitas pelayanan sosial yang dapat dilihat pula dari kondisi sosial penduduk di dalamnya, seperti, jumlah kematian bayi, jumlah buta huruf, dan sebagainya. Selain indikator-indikator yang sifatnya kuantitatif seperti di atas, yang perlu diperhatikan juga adalah aspek kualitatifnya.
Pada umumnya di daerah tertinggal, tidak terdapat sektor ekonomi yang bisa membawa pertumbuhan secara besar, atau yang memiliki multiplier effect yang tinggi yang dapat memacu pertumbuhan. Jadi pemerintah tidak cukup hanya dengan menyediakan barang dan jasa sebanyak-banyaknya saja, tapi juga harus yang dapat memberikan stimulan untuk meningkatkan perekonomian daerah tersebut.
Menurut R Bandyopahyay dan S. Datta (1989), daerah tertinggal secara umum memiliki karakteristik sebagai berikut (1) biasanya berada di kawasan perdesaan, dengan memiliki keterbatasan fungsi dan fasilitas yang dimiliki kawasan perkotaan, serta produktifitas hasil pertanian yang sangat rendah; (2) rendahnya sumber daya yang dimiliki (SDM dan sumber daya alam); (3) memiliki struktur pasar yang kecil dan tidak efektif; (4) rendahnya standar hidup; dan (5) sangat jauh dari pusat pembangunan wilayah/negara. Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan di India tentang pembangunan daerah tertinggal, dikatakan bahwa daerah tertinggal (the backward hill areas) merupakan daerah yang tidak homogenous dan bervariasi dalam sumber daya, curah hujan, topografi dan kondisi sumber daya alamnya namun memiliki keterbatasan, sehingga diperlukan pendekatan yang berbeda dalam pengembangan daerah untuk setiap daerahnya. Yang dimaksud dengan keterbatasan adalah keterbatasan ekonomi, infrastruktur dan sumber daya manusianya. Biasanya kondisi keterbatasan tersebut terlihat dari inaccesbility yang dimiliki oleh daerah tersebut, seperti terbatasnya fasilitas-fasilitas umum (fasilitas jalan, fasilitas komunikasi, dan kecilnya keterbatasan tanah yang dimiliki oleh petani). Oleh karena itu, setiap daerah tersebut dikembangkan atau dibangun dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki setiap daerah tersebut.

2.4       Pembangunan Desa
Pembangunan pedesaan sangat diperlukan untuk Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia yaitusebesar ±60%, melakukan pertanian sebagai  mata pencaharian, dan mereka tinggal di pedesaan.
Pembangunan atau pengembangan pedesaan (‘rural development), menurut Mosher, (1969: 91 dalam Johara T. Jaya Dinata & I.G.P. Pramandika, 2006: 1)  dapat mempunyai tujuan:
1.      Pertumbuhan sektor pertanian.
2.      Integrasi nasional, yaitu membawa seluruh penduduk suatu negri ke dalam pola utama kehidupan yang sesuai.
3.      Keadilan ekonomi, yakni bagaimana pendapatan itu dibagi-bagi kepada seluruh penduduk.
Maksud dari pembangunan desa adalah menghilangkan atau mengurangi berbagai hambatan dalam kehidupan sosial-ekonomi, seperti kurang pengetahuan dan keterampilah, kurang kesempatan kerja, dan sebagainya. akibat berbagai hambatan tersebut, penduduk wilayah pedesaan umumnya miskin.

BAB III
METODOLOGI PENULISAN
Penulis menggunakan metode studi kepustakaan dengan cara studi kepustakaan manual dan kepustakaaan on-line. Metode studi kepustakaan manual yaitu mencari buku-buku yang berkaitan dengan penulisan karya tulis ilmiah ini begitu juga dengan kepustakaan on-line yang diakses melalui internet di google scholar.
Dalam karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan teknik analisis isi atau content analysis technic. Dengan menafsirkan sebuah tulisan secara seimbang dan sesuai data primer dan data sekunder yang di dapat dari lapangan (lokasi penelitian). Hasil analisis tersebut dijelaskan secar singkat pada bagian analisis dan rekomendasi.

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1       Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian mengenai “Potret Daerah Tertinggal (Desa Talang Markisa, Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong), penulis menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif, merupakan penelitian yang mengutamakan kualitas data (Kamanto, 2004: 238).  Penelitian itu diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu penegtahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran. Dalam penelitian kualitatif ini selalu berangkat dari hal yang sangat khusus (induktif), pesan yang disampaikan, runtut atau tindakan dan indikator dari permasalahan yang ada harus runtut. Ini agar ketika melakukan penelitian dan mendeskripsikan ke sebuah karya akan menjadi suatu tulisan yang runtut agar tidak membingungkan pembaca.
Dalam penelitian dituntut untuk mengetahui dan menerapkan ciri-ciri dan prinsip-prinsip sebagai berikut (Mardalis, 2009:24).
a)      Penelitian perlu dirancang dan diarahkan guna memecahkan suatu masalah tertentu. Yang pada akhir penelitian hasilnya dapat menjawab masalah tersebut.
b)      Penelitian tekanannya untuk mengembangkan generalisasi prinsip-prinsip, serta teori. Dengan demikian hasilnya pempunyai nilai deskripsi dan prediksi. Dalam hubungan ini, penemuan terfokus pada suatu objek, kelompok atau situasi tertentu yang spesifik.
c)      Berangkat dan bermula pada masalah atau objek yang diteliti atau diobsevasi. Prosedur penelitian tak dapat digunakan untuk menjawab masalah yang tak bisa diobservasi dan tak mempunyai bukti empiris.
d)     Penelitian memerlukan observasi dan deskripsi yang akurat. untuk itu, peneliti harus mendeskripsikan dengan cermat.

4.2       Metode penelitian yang dipilih dan yang akan digunakan dalam penelitian
Metode di sini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian.  Dalam penelitian yang ingin penulis lakukan penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Dalam penelitian deskriptif itu bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterprestasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi menegnai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antar variabel-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa dan tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan informasi yang apa adanya sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti (Mardalis, 2009:25).

4.3       Tekinik-teknik pengumpulan data yang akan digunakan
A.    Observasi (Pengamatan)
Observasi atau pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian, merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya sesuatu rangsangan tertentu yang diinginkan, atau suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan/fenomena sosial  dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat.
Yang dilakukan waktu pengamatan adalah mengamati gejala-gejala sosial dalam kategori yang tepat, mengamati berkali-kali dan mencatat segera dengan memakai alat Bantu seperti alat pencatat, tape recorder, handycam, dan lain sebagainya.
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan observasi partisipasi, artinya pengamat ikut terlibat dalam kegiatan yang sedang diamatinya sambil ikut berperan dalam kegiatan tersebut. Namun yang perlu diperhatikan dalam obserpasi partisipasi adalah agar si pengamat jangan lupa tugas pokoknya yaitu mengamati, mencari data, bukan untuk bermain. Keikutsertaan bersama dalam memperoleh data adalah hanyalah cara untuk mengamati lebih mendalam  atau penghayatan yang mendalam, agar memperoleh data yang sebenarnya.
Namun dalam melakukan pengamatan, pengamat (peneliti)  harus mempunyai konsep lebih dulu yaitu konsep tentang hal-hal apa saja yang diperlukan untuk diamati, bagian-bagian mana yang diperlukan, berapa banyak yang diperlukan. Untuk itu dibutuhkan persiapan berupa daftar pertanyaan berupa check-list atau gambaran pokok-pokok persoalan apa saja yang diperlukan untuk diamati dan yang perlu dicatat. Dengan demikian betapapun menariknya sesuatu gejala yang diamati, jika tidak berkaitan dengan data yang dibutuhkan dapat diabaikan, hingga pengamat dapat merumuskan perhatiannya pada persoalan pokok yang diteliti.

B.     Wawancara (Intervieu)
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada si peneliti. Wawancara ini dapat dipakai untuk melengkapi data yang dapat diperoleh melalui observasi.
Jika peneliti akan menggunakan teknik wawancara dalam penelitian , perlu diketahui lebih dulu; sasaran, maksud, dan masalah apa yang dubutuhkan sepeneliti, sebab dalam suatu wawancara dapat di peroleh keterangan yang berlainan dan adakalanya tidak sesuai dengan maksud peneliti.
Waktu mempersiapkan wawancara dengan responden perlu di perhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)      Responden yang akan diwawancarai sebaiknya diseleksi agar sesuai dengan data yang dibutuhkan.
2)      Waktu berwawancara sedapatnya dilakukan sesuai dengan kesediaan responden.
3)      Permulaan wawancara sebaiknya peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan wawancara dilakukan.
4)      Sedang berwawancara peneliti sebaiknya berlaku seperti orang ingin tahu dan belajar dari  responden dan jangan seperti orang yang mengguru-gurui terhadap responden. Hal ini penting untuk kelancaran wawancara.
5)      Jangan sampai ada pertanyaan-pertanyaan yang tak diinginkan oleh responden (membuat responden malu).
6)      Peneliti sebaiknya menunjukan perhatian penuh terhadap pembicaraan responden, kalau terjadi pengalihan pembicaraan oleh responden, peneliti dengan hati-hati meluruskannya ke sasaran pokoknya.
7)      Melakukan penutupan pembicaraan, ucapan terima kasih.
Pedoman wawancara perlu dipersiapkan, agar hal-hal seperti tersebut diatas dapat dipenuhi. Pedoman wawancara ini ada dua macam, yaitu pertanyaan-pertanyaan yang berstruktur dan tidak berstruktur. Yang berstruktur dimaksudkan  adalah jawabannyan telah disediakan lebih dahulu, sedangkan responden tinggal memilih diantara jawaban yang disediakan. Namun dalam penelitian yang ingin penulis lakukan ini, penulis menggunakan pertanyaan yang tidak berstruktur, atau pertanyaan terbuka yang memungkinkan responden untuk menjawab sesuai dengan keinginannya dan komentarnya.

4.4       Teknik analisis data
Sesuai dengan pendekatan penelitian, maka analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Data yang terkumpul dideskripsikan dan dianalisis dengan cara diklasifikasikan dan diinterprestasikan secara kualitatif dari awal hingga akhir penelitian.
Analisa data menurut Patton (dalam Moleong, 3003: 103) dalam (Yulia, 2008:48) merupakan proses pengorganisasian data, mengurutkan data ke dalam pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan sehingga memperoleh informasi yang mendalam tentang objek-objek yang akan diteliti.
Metode analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif kualitatif. Analisa ini berisikan pendeskripsian (menggambarkan) dengan rinci dan ukuran terhadap sesuatu yang akan diteliti dan dialami peneliti dilapangan (faisal, 1990: 82 dalam Yulia, 2008:48). Pengolahan dan analisis data dimulai dari hasil pengamatan atau observasi, hasil wawancara lalu diklasifikasikan dan memilah-milah  sampai pada menyajikannya.


BAB  V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Desa talang markisa merupakan desa tertinggal di desa sumber urip kecamatan selupu rejang kabupaten rejang lebong Bengkulu. Desa talang makisa ini terletak di bawah kaki bukit kaba. Desa ini pula menjadi desa kawasan hutan lindung dan konservasi gajah sumatera.
Masyarakat desa ini merupakan masyarakat transmigran jawa. Desa ini di dalamnya terdapat 53 keluarga. Mata pencaharian mayoritas masyarakat desa ini sebagai petani sayur. Adapun produksi yang dihasilkan dari daerah ini adalah kol, sawi, cabe, wortel, kentang, daun bawang, dan lain sebagainya.
Desa ini dikatakan tertinggal dapat dilihat melalui dua aspek yaitu:
1.      Aspek fisik
a.      Kesehatan
Kesehatan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia.
-          Pola makan  (gizi dan nutrisi)
Pola makan yang terbentuk pada masyarakat desa adalah pola makan yang sederhana, tidak mementingkan kepentingan akan gizi dan nutrisi, orientasi pola makan mereka adalah “kenyang”.
-          Pola pengobatan
Pola pengobatan yang masyarakat desa ini kebanyakan berhubungan dengan perdukunan. Ini membuat mereka percaya akan dukun, seperti sakit peradangan pada leher mereka percaya bahwa dengan berobat ke dukun dan mendapatkan “jampi-jampi” dan pijitan di bagian yang sakit oleh dukun akan membuat penyakit mereka sembuh.
-          Biaya kesehatan
Karena letaknya yang sulitdijangkau membuat biaya pengobatan yang mereka keluarkan sangat mahal, karena kondisi membuat mereka mencari alternative lain seperti dengan mengkonsumsi obat warung ataupun obat-obatan tradisional menurut pengetahuan mereka.
-          MCK
MCK (Mandi, cuci dan kakus) di desa ini masih jauh dari kelayakan kesehatan, karena jamban yang dimiliki setiap warga terlihat sangat kotor, ini diakibatkan karena jamban yang terbuat dari bamboo, keterbatasan air membuat jamban kotor dan banyak lalat yang menghinggapi. Ini akan berdampak sangat luas pada aspek-aspek lainnya yang berhubungan dengan kesehatan. Tersedianya fasilitas jamban di rumah tangga menjadi salah satu indikator permukiman yang sehat. Aspek lain berkenaan dengan lingkungan hunian dan usaha kumuh diantaranya konstruksi yang tidak layak huni (seperti terbuat dari kardus, potongan kayu dan papan tak beraturan, dan sebagainya), saluran pembuangan yang mampat, dan ditandai juga oleh tingkat kepadatan penduduk yang tinggi.
Selain itu ketiadaan pengaturan yang baik dalam pembuangan limbah membuat air kotor bekas limbah rumah tangga dan limbah lainnya tyidak dapat tersalurkan dengan baik, ini membuat bau tidak sedap yang tercium dari genangan air itu dan jelas ini juga akan mempengaruhi aspek kesehatan lainnya.
b.      Akses pada informasi dan komunikasi
1.      Media Komunikasi
-          Radio komunikasi
Tidak banyak siaran radio yang dapat di tangkap pada daerah ini, hanya siaran radio asal linggau. Ini mengakibatkan lambatnya informasi dari luar yang dapat mereka terima.
-          Media komunikasi
Sedikitnya media komunikasi yang dapat pada daerah ini seperti ketiadaan internet, wartel (telepon umum). Namun ada sebagaian warga yang telah memiliki media komunikasi seperti telepon selular (hanphone).
2.      Media Informasi
-          Media Massa
Belum adanya media massa seperti Koran (surat kabar), jurnal, dan lain sebagainya yang masuk pada daerah ini.
c.       Lingkungan permukiman
-          Listrik
Program listrik masuk desa yang dicanangkan sejak pemerintah orde baru belum mencakup seluruh desa di tanah air di desa talang markisa ini belum terdapat listrik sehingga membuat desa ini tertinggal. Untuk penerangan, sebagian masyarakat di desa talang markisa menggunakan jengset (generator). Namun tidak semua warga memililki ini, sehingga bertahun-tahun mereka hidup dalam kondisi kegelapan.
-          Rumah
Perumahan yang ada di desa ini tata ruangnya itu di buat sangan berdekatan dengan kandang ternak seperti kambing dan ayam, jaraknya rata-rata 1 meter dari rumah, ini tentunya membuat bau kotoran ternak yang masuk sampai kedalam rumah, tentunya ini akan sangan rentan mempengaruhi kesehatan penghuninya. Mereka menempatkan kandang ternaknya di depan rumah karena agar mudah mengontrolnya setiap saat.
-          Air bersih
Di desa ini masih sulit memperoleh air  bersih. Walaupun sudah air dari sumber mata air pegunungan namun kuantitas air masih belum tercukupi. Sehingga mereka kesulitan untuk melakukan kegiatan yang menggunakan air. Keiaadaan air juga membuat mereka tidak bisa menanam tanaman merka karena ketiadaan air. Sehingga dimusim hujan mereka mengalami massa panceklik.
-          Jalan
Jalan menuju ke desa ini sangat hancur dan dalam kondisi rusak parah, sehingga akses menuju desa  memerlukan waktu 1 jam perjalanan dari desa sumber urip sekitar 1 Km. ini berakibat mereka susah untuk mengakses segala hal.
d.      Sarana ekonomi
-          Belum adanya jalan yang keras yang diperkeras yang dapat dilalui oleh roda 4
Hasil produksi sayuran yang dihasilkan oleh masyarakat pada daerah ini masih menggunakan angkutan berupa motor karena mobil tidak dapat memasuki daerah ini karena kondisi jalan yang sangat rusak, sehingga sayuran yang mereka hasilkan itu biasanya mereka membayar tukang ojek untuk mengangkutinya sampai pada pedagang pengepul. Hal ini secara langsung akan menambah biaya produksi.
-          Pasar
Ketiadaan pasar pada desa ini membuat mereka kesulitan mengakses poduksi yang harus mereka keluarkan.Pasar untuk memeperdagangkan hasil panen mereka. Namun sepertinya sulit untuk membangun pasar di daerah ini apabila jalan yang rusak tidak dapat diperbaharui karena sulitnya mengakses daerah ini, Akibat sulitnya akses pada daerah ini membuat mereka terkondisikan untuk menjual hasil panen mereka pada tokeh (pedagang pengumpul) karena jika tidak hasil penen mereka akan mudah busuk. Sehingga mereka beranggapan bahwa “asal harga cocok kenapa tidak”. Ongkos yang mereka keluarkan sangat mahal. Ini membuat membuat mereka hidup dalam kondisi yang miskin.
e.       Sarana pendidikan
-          Sarana dan prasarana
Ketiadaan sarana dan prasarana pendidikan di desa ini membuat anak-anak dari desa ini harus berjalan kaki menuju desa sebrang yaitu desa sumber urip untuk bersekolah. Ketika hari hujan atau cuaca lagi buruk, mereka tidak dapat bersekolah karena jarak tempuh itu jauh, sekitar ±1 Km, ini disebabkan karena jalan yang buruk (rusak parah) kondisinya sehingga kendaraan mengalami kesulitan saat melewati.
-          Jarak tempuh
Jarak tempuh antara rumah dengan sekolah itu ±1 Km dan waktu yang dibutuhkan yaitu 1 jam perjalanan. Sehingga murid-murid yang berasal dari desa talang markisa ini harus berjalan untuk menuju ke sekolah. Mereka harus berangkat pagi-pagi sekali untuk bersekolah.
-          Biaya
Biaya yang harus dikeluarkan jika harus naik angkutan (ojek) pulang-pergi sekolah harus mengeluarkan ongkos Rp.10.000, karena itu murid-murid yang bersekolah dari desa ini mereka memilih berjalan kaki untuk menuju ke sekolah.
-          Tenaga pengajar
Kurangnya tenaga pengajar yang professional pada daerah ini, karena daerah ini merupakan daerah terisolir sehingga menimbulkan keengganan bagi tenaga pengajar untuk mengajar pada daerah ini.
-          Orientasi pendidikan
Orientasi pendidikan kedepan sangat rendah. Mereka tidak memiliki orientasi lebih untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi lagi, Menurut mereka lulus dari SMP merupakan suatu kesuksesan, “amat SD dan SMP aja sudah untung, boro-boro mau mikir buat kuliah” begitulah kutipan kata-kata dari salah satu informan. Mereka diorientasikan uuntuk bekerja menolong orang tuanya diladang, sehingga mereka tidak memiliki orientasi kedepan yang lebih tinggi lagi.

2.      Aspek Manusianya (SDM)
Bagaimanapun pembangunan harus menempatkan manusia sebagai sebuah pusat perhatian atau sebagai subjek yang berperan aktif, sedangkan proses pembangunannya harus menguntungkan semua pihak. Aspek-aspek mengenai manusia (SDM) pada masyarakat desa talang markisa yaitu:
a.      Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya pada masyarakat talang markisa ini, masih erat sistem kekerabatan yang ada dan mayoritas masyarakat merupakan transmigran asal jawa sehingga budaya yang terbangun merupakan budaya kehidupan masyarakat jawa.
b.      Politik
Lemahnya kesadaran akan pentingnya politik pada masyarakat desa ini menyebabkan suara mereka ketika terjadi “pesta politik” akan mudah sekali dibeli. selain itu partisipasi masyarakat baik pemepuan maupun laki-laki dalam politik sangat rendah. Politik yang terbentuk juga dipengaruhi relasi kuasa (juragan-buruh) mereka tidak dapat lepas dari kondisi yang telah terbentuk.
c.       Kualitas SDM (Sumber Daya Manusia)
Rendahnya kualitas SDM mengakibatkan rendahnya daya saing mereka pada masyarakat luar. Pembentukan kualitas SDM tidak menjadi hal utama yang mereka haru utamakan. Mereka mengedepankan kepentingan utama  yaitu “makan” sedangkan pendidikan dikesekiannya
d.      Etos kerja
Semangat kerja masyarakat talang markisah sangat tinggi, mereka bekerja (pergi ke ladang) dimulai dari jam 08.00-05 dan sepulang mereka keladang, mereka membersihkan rumah dan memandikan anak. Mereka bekerja sesuai dengan perananya masing-masing antara laki-laki dan perempuan.
e.       Pengetahuan
Didesa talang markisah masih rendahnya kesadaran tentang sanitasi lingkungan karena letak antara wc cemplung berdekatan dengan dapur dan dekat dan jarak antara ternak kambing, ayam dan lain sebagainya sangat dekat dengan rumah masyarakat talang markisah.

BAB VI
PENUTUP
6.1       Kesimpulan
Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu wilayah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial, ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama dengan masyarakat Indonesia lainnya. Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi pembangunan aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan. Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah.
Indikator-indikator yang digunakan meliputi:
•           Perkonomian Daerah
•           Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan
•           Lingkungan Usaha Produktif
•           Infrastruktur, SDA dan Lingkungan
Pengertian daerah tertinggal sebenarnya multi-interpretatif dan amat luas. Meski demikian, ciri umumnya antara lain: tingkat kemiskinan tinggi, kegiatan ekonomi amat terbatas dan terfokus pada sumberdaya alam, minimnya sarana dan prasarana, serta kualitas SDM yang rendah. Daerah tertinggal secara fisik kadang lokasinya amat terisolasi. Beberapa pengertian wilayah tertinggal telah disusun oleh masing-masing instansi sektoral dengan pendekatan dan penekanan pada sektor terkait (misal: transmigrasi, perhubungan, pulau-pulau kecil dan pesisir, Kimpraswil, dan lain sebagainya). Wilayah tertinggal secara definitif dapat meliputi dan melewati batas administratif daerah sesuai dengan keterkaitan fungsional berdasarkan dimensi ketertinggalan yang menjadi faktor penghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.

6.2       Rekomendasi
·        Menyadarkan masyarakat talang markisah betapa pentingnya memperbaiki kehidupan yang lebih baik.
·        Membangun birokrasi desa menjadi lebih professional melalui program pemberdayaan yang dirancang oleh pemerintah untuk kebutuhan masyarakat di talang markisah.
·        Dalam pembangunan pemerintah seharusnya memposisikan kelompok manfaat (masyarakat) sebagai subjek dalam perubahan bukan sebagai objek.
·        Mahasiswa sosiologi sebagai calon sosiolog atau agent of change yaitu sebagai mediasi, fasilitator dan mendorong masyarakat ketatanan inisiasi sehingga perubahan atau pembangunan yang terjadi itu berdasarkan inisiatif masyarakat.
·        Pembangunan yang selama ini terjadi cenderung bersifat konfensional merupakan bentukan sistem yang kurang adil yang memberikan pelayanan kepada warga Negara, sehingga untuk pembangunan yang seimbang diperlukan sistem yang adil dalam pelayanan kepada warga Negara.
·        Memerdekaan atau membebaskan setiap warga Negara dalam menentukan secara otonom atau mandiri arah perubahan yang mereka kehendaki.

DAFTAR PUSTAKA

Amien, M. Rais. 1995. Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media

Jayadinata. T. Johara, Pramandika. I.G.P. 2006. Pembangunan Desa Dalam Perencanaan. Bandung: ITB

Kamanto, sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI

Mardalis. 2009. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara

Wasistiono, Sadu. Tahir, Ihwan. 2007. Prospek Pengembangan Desa. Bandung: Fokusmedia

Yulia. 2008. Penyiapan Pengetahuan Remaja Tentang Menstruasi (Penelitian pada remaja keluarga suku lembak, di desa Talang empat, kecamatan karang tinggi, kabupaten Bengkulu utara). Skripsi UNIB. Bengkulu.

(www.bapenas.go.id diakses pada tanggal 31 mei 2010 jam 14.00).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar